Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Madya Bapas NK Lakukan Penggalian Data Litmas Peradilan terhadap ABH

    Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Madya Bapas NK Lakukan Penggalian Data Litmas Peradilan terhadap ABH

    Pembimbing kemasyarakatan Ahli Madya, Umar Said melakukan penggalian data penelitian kemasyarakatan (Litmas) sidang pengadilan terhadap Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) VN (15). Pelaku yang sudah tidak bersekolah telah melakukan tindakan tidak senonoh kepada teman perempuannya sehingga  membuat korban mengadukan kepada orangtuanya mengenai apa yang sudah terjadi. 

    Mendapat laporan tersebut, kedua orangtua korban melaporkan pelaku anak ke Polsek terdekat. Tidak berselang lama, Polresta Kab. Cilacap bersurat kepada Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas II Nusakambangan untuk meminta bantuan pendampingan terhadap ABH berdasarkan Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pendampingan yang dimaksud adalah memastikan hak dari anak tidak terenggut walau yang bersangkutan diindikasikan merupakan tersangka. 

    Pendampingan sendiri juga berkaitan dengan pembuatan penelitian kemasyarakatan guna menyampaikan rekomendasi di tahap persidangan. Dimana pembimbing kemasyarakatan wajib hadir dan menyampaikan hasil litmas yang digali secara komperehensif. Adapun para informan meliputi ;  pelaku anak, keluarga pelaku,  korban, pemerintah setempat, pihak sekolah (jika masih bersekolah), hingga koordinasi dengan pihak ketiga terkait dengan rekomendasi. Sehingga terlihat bahwa pembimbing kemasyarakatan memiliki fungsi berjenjang dari tahap pra adjudikasi, adjudikasi, hingga post adjudikasi yang bertujuan untuk memastikan kepentingan terbaik bagi anak dan memulihkan kondisi sebelum adanya kenakalan anak.  

    VN yang ditemui merasa menyesal mengingat seharusnya dirinya tidak melakukan hal tersebut, namun karena nafsu sesaat dirinya tega melakukan hal tidak pantas kepada teman perempuannya. Umar Said pasca melakukan wawancara mengatakan bahwa minimnya pendidikan menjadi salah satu faktor kenakalan. “ Kurangnya pendidikan formal, budi pekerti, dan dasar agama menjadi faktor dominan dari anak. Mengingat kondisi anak yang sudah putus sekolah dan berstatus yatim membuat pendidikan  dalam dalam keluarga serta sekolah tidak berjalan ”, ujar Umar.

    Peristiwa demikian menjadi pelajaran bagi semua pihak, khususnya orang tua untuk memberikan pengawasan dan pendidikan yang intens kepada anak. Mengingat maraknya kenakalan bermula dari lengahnya peran orangtua dalam mengikuti pergaulan anak baik di kehidupan nyata maupun maya (media sosial).

    Rifki Maulana

    Rifki Maulana

    Artikel Sebelumnya

    Wajib Lapor! Bapas Nusakambangan Tekankan...

    Artikel Berikutnya

    Setelah Tanam Cabai, Kini Kalapas Pasir...

    Berita terkait